Palembang, Klikanggaran.com (09-01-2019) - Realisasi belanja alat tulis kantor pada Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Muara Enim disinyalir bermasalah. Sebab tidak didukung dengan bukti pertanggungjawaban yang memadai.
Sebelum kita lebih jauh membahas persoalan alat tulis kantor, ada baiknya kita lihat terlebih dahulu pos realisasi anggarannya.
Pada tahun anggaran 2017, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Muara Enim telah menganggarkan Belanja Alat Tulis Kantor (ATK) sebesar Rp332.043.100. Anggaran ini telah direalisasikan sebesar Rp325.650.400,00 atau 98,07% dari anggaran.
Alat Tulis Kantor
Dari pos anggaran ratusan juta tersebut, menunjukkan terdapat beberapa indikasi permasalahan, di antaranya:
1) Terdapat indikasi kelebihan pembayaran belanja ATK pada Sekretariat Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Sebesar Rp15.651.000,00. Permasalahan tersebut terjadi lantaran adanya indikasi realisasi belanja ATK yang melebihi standar dari harga kabupaten.
Berdasarkan keterangan pejabat terkait, harga ATK mengacu pada harga satuan yang tercantum pada Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA). Dalam penyusunan pertanggungjawaban belanja ATK, PPTK menyesuaikan realisasi SPJ dengan harga yang tercantum pada DPA. Bukan dengan harga belanja yang sesungguhnya.
2) Terdapat indikasi kelebihan pembayaran Belanja ATK pada Bidang Pembinaan Sekolah Menengah Pertama Sebesar Rp2.085.000,00. Pejabat terkait mengakui bahwa realisasi belanja ATK memang tidak sebesar SPJ. Namun, selisih kelebihan dana digunakan untuk keperluan lain yang mendukung pelaksanaan kegiatan.
Pejabat verifikatur atas pertanggungjawaban belanja menjelaskan, bahwa harga pada DPA merupakan acuan batas tertinggi belanja. Sepanjang pengajuan SPJ belanja dari PPK/PPTK lengkap dan tidak melebihi anggaran di DPA, maka tidak dapat menolak SPJ tersebut.
Belanja Tak Sesuai Aturan
Kondisi di atas tentunya berpotensi menabrak sejumlah peraturan yang ada. Salah satunya Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010. Sebagaimana diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2012. Tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Pasal 6 menyatakan bahwa para pihak yang terkait dalam pelaksanaan pengadaan barang/jasa harus mematuhi etika sebagai berikut :
1) Huruf f, menghindari dan mencegah terjadinya pemborosan dan kebocoran keuangan negara dalam pengadaan barang/jasa.
2) Huruf g, menghindari dan mencegah penyalahgunaan wewenang dan/atau kolusi dengan tujuan untuk keuntungan pribadi, golongan atau pihak lain yang secara langsung atau tidak langsung merugikan negara.
Baca juga : Belanja Pakaian, Muara Enim Habiskan Anggaran Rp 2,4 Miliar Lebih?