BPK Temukan Ketidakpatuhan terhadap Ketentuan Peraturan Perundang-Undangan pada Kemenhub

photo author
- Selasa, 8 Desember 2020 | 11:08 WIB
images_berita_Nov17_Kemenhub
images_berita_Nov17_Kemenhub


(KLIKANGGARAN)--Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) telah memeriksa Laporan Keuangan Kementerian Perhubungan (Kemenhub), yang terdiri dari Neraca tanggal 31 Desember 2019, Laporan Realisasi Anggaran, Laporan Operasional, dan Laporan Perubahan Ekuitas untuk tahun yang berakhir pada tanggal tersebut serta Catatan atas Laporan Keuangan. BPK telah menerbitkan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Keuangan atas Laporan Keuangan Kemenhub Tahun 2019 yang memuat opini Wajar Tanpa Pengecualian dengan Nomor 90.a/HP/XIV/05/2020 tanggal 21 Mei 2020 dan LHP atas Sistem Pengendalian Intern Nomor 90.b/HP/XIV/05/2020 tanggal 21 Mei 2020.


BPK melakukan pengujian kepatuhan pada Kemenhub terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan, kecurangan serta ketidakpatutan yang berpengaruh langsung dan material terhadap penyajian laporan keuangan. Namun, pemeriksaan yang dilakukan BPK atas Laporan Keuangan Kemenhub tidak dirancang khusus untuk menyatakan pendapat atas kepatuhan terhadap keseluruhan ketentuan peraturan perundang-undangan. Oleh karena itu, BPK tidak menyatakan suatu pendapat seperti itu.


BPK menemukan adanya ketidakpatuhan dalam pengujian kepatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan pada Kemenhub. Pokok-pokok temuan ketidakpatuhan, antara lain sebagai berikut:


Pembunuhan Itu Hanya Provokasi dan Sebuah Jebakan


Terdapat Potensi PNBP yang Belum Dipungut pada Tiga Eselon I


Hasil pemeriksaan menunjukkan terdapat permasalahan terkait potensi penerimaan negara sebesar Rp121,81 miliar pada:


Pertama, Satker Pengembangan, Peningkatan dan Perawatan Prasarana Perkeretaapian pada Ditjen Perkeretaapian


Menteri Perhubungan menugaskan PT KAI untuk melaksanakan perawatan dan pengoperasian prasarana perkeretaapian milik negara TA 2019 berdasarkan Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KP 2130 Tahun 2018. Atas pengoperasian prasarana perkeretaapian milik negara oleh PT KAI dikenakan PNBP berupa Track Acces Charges (TAC) sesuai dengan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 62 Tahun 2013. Hasil pemeriksaan menunjukkan terdapat kegiatan perawatan prasarana perkeretaapian yang dilaksanakan melalui kontrak dengan pihak selain PT KAI dan bukan merupakan badan usaha penyelenggara perawatan prasarana perkeretaapian sebesar Rp162,12 miliar. Hal tersebut mengakibatkan potensi PNBP atas TAC yang tidak diterima negara sebesar Rp121,60 miliar.


Kedua, Kantor Otoritas Pelabuhan Utama Tanjung Perak pada Ditjen Perhubungan Laut


Hasil pemeriksaan atas pengelolaan PNBP berupa penggunaan perairan pada Kantor Otoritas Pelabuhan Utama Tanjung Perak menunjukkan bahwa terdapat 10 perusahaan yang terkena implikasi penerapan Perdirjen HK.103/4/16/DJPL-18 terkait pengukuran yang menghasilkan luasan dalam satuan meter persegi (M2 ) atas Terminal Untuk Kebutuhan Sendiri dan Terminal Khusus. Hal tersebut mengakibatkan potensi penambahan PNBP selama tahun 2019 sekurang-kurangnya sebesar Rp0,03 miliar.


Ketiga, Unit Penyelenggara Bandar Udara (UPBU) Kelas II Pangsuma pada Ditjen Perhubungan Udara


Hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa Satker UPBU Kelas II Pangsuma belum melakukan perjanjian ulang dengan pihak Koperasi Avia Jasa untuk luasan tanah parkir sebesar 1.214 M2 dengan mempertimbangkan frekuensi penerbangan. Hal tersebut mengakibatkan terdapat potensi pendapatan atas sewa lahan parkir tahun 2019 sebesar Rp0,18 miliar.


Kelebihan Pembayaran atas Pelaksanaan Kegiatan Diklat Pemberdayaan Masyarakat (DPM) pada Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Perhubungan (BPSDMP)


Hasil pemeriksaan secara uji petik menunjukkan terdapat permasalahan pada tiga satker yaitu Balai Pendidikan dan Pelatihan Transportasi Laut (BP2TL) Jakarta, Politeknik Transportasi Darat Indonesia Sekolah Tinggi Transportasi Darat (PTDI – STTD), dan Politeknik Transportasi Darat (Poltrada) Bali antara lain pembayaran honorarium tenaga pengajar dan penceramah tidak sesuai jumlah jam mengajar, pembayaran honorarium narasumber tidak sesuai ketentuan, pembayaran honorarium pemeriksa, pembuat naskah, dan pengawas ujian tidak sesuai ketentuan, kelebihan pembayaran uang pengganti transpor untuk peserta, duplikasi pembayaran tenaga pengajar dan penceramah serta kelebihan pembayaran honor pendamping praktik. Hal tersebut mengakibatkan kelebihan pembayaran sebesar Rp2,31 miliar.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Tim Berita

Tags

Rekomendasi

Terkini

X