Palembang, Klikanggaran.com
Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Kota Palembang, Bony Balitong meyoroti prosedur penyaluran dana Bantuan Gubernur Sumsel tahun 2019. Bantuan tersebut diduga tidak sesuai Pergub dan aturan perundangan, serta bepotensi merugikan keuangan negara.
-
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, kemudian dirubah melalui Permendagri 21 Tahun 2011 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 menjadi dasar hukum Peraturan Gubernur Sumsel No. 7 tahun 2019 tentang Tata Cara Pemberian bantuan Keuangan kepada Pemerintah Kabupaten/Kota dan/atau Pemerintah Desa.
Pasal 133 ayat 3 Permendagri No.13 tahun 2006 menjadi acuan Peraturan Gubernur Sumsel itu menyatakan, tata cara pemberian dan pertanggungjawaban subsidi, hibah, bantuan sosial, dan bantuan keuangan sebagaimana dimaksud ditetapkan dalam peraturan kepala daerah.
-
Sementara itu, pada ayat 2 pasal 133 berbunyi, "Penerima subsidi, hibah, bantuan sosial, dan bantuan keuangan bertanggung jawab atas penggunaan uang/barang dan/atau jasa yang diterimanya dan wajib menyampaikan laporan pertanggungjawaban penggunaannya kepada kepala daerah.
“Menjadi rancu ketika dana Bantuan Gubernur dilaksanakan sendiri oleh SKPD Pemprov dan berubah bentuk menjadi hibah barang Pemprov Sumsel ke kabupaten/kota se Sumsel”, kata Boni dalam press releasenya diterima klikanggaran.com, Rabu (16/09/20).
Lanjut Boni, yang namanya bantuan harus diserahkan ke penerima dalam hal ini kabupaten/kota se-Sumsel sesuai Pergub Sumsel No.17 tahun 2019.
“Simak pasal-pasal dalam Pergub tersebut yang menjelaskan syarat-syarat penyaluran dana Bantuan Gubernur dan tidak disebutkan adanya hibah berupa barang," paparnya.
Pasal 2 (dua) Pergub tersebut, menyatakan ruang lingkup bantuan Gubernur ini meliputi bantuan keuangan, penganggaran dan pecairan, dan tidak disebutkan adanya bantuan berupa hibah barang.
“Pasal 8 (delapan) lebih memperjelas bentuk Bantuan Gubernur kepada kabupaten/kota yaitu, Pemerintah kabupaten/kota Penerima bantuan keuangan bertanggungjawab sepenuhnya atas keabsahan dokumen terkait dalam hal ini Dipa kabupaten/kota dan kontrak pelaksanaan," kata Bony.
Bagaimana dengan Bangub yang pelaksanaannya dilaksanakan sendiri oleh SKPD Pemprov Sumsel? hal ini menurutnya jelas melanggar aturan pemberian dana Bantuan Gubernur.
"Dana Bangub diperuntukkan bila kabupaten/kota kekurangan dana untuk suatu kegiatan, rancu bila dalam pelaksanaannya semisal pembuatan jalan ada dua anggaran di tempat yang sama seperti, jalan Muncak Kabau Jelabat ada APBD kabupaten dan APBD Provinsi. Atau dibangun di jalan non status bukan milik kabupaten/kota, seperti di Simpang Saudagar OI menuju akses Tanjung Raja," papar Bony.
Bantuan khusus Gubernur bersumber dari dana aspirasi dimanapun di Indonesia sangat rawan dengan fee proyek, dimana kabupaten/kota diduga tidak akan mau menerima Bangub bila ada potongan yang sangat besar semisal sampai 20%.
"Pasalnya, hal itu menyangkut pertanggungjawaban penggunaan anggaran dan mungkin inilah yang menjadi sebab Bangub dikerjakan sendiri Pemerintah Provinsi," timpalnya.
Lebih jauh, Boni menceritakan, menurut sumber dari dalam dinas yang terkait pelaksanaan Bangub Sumsel di OKUT, jalan jurusan Muncak Kabau Jelabat dikerjakan sendiri.
Menurut sumber itu, boleh saja dilaksanakan oleh Pemprov atas permohonan dari Pemkab OKUT karena Pemkab OKUT tidak cukup dana untuk memperbaiki jalan tersebut.
"Setelah dilaksanakan perbaikan, akan dihibahkan ke Pemkab OKUT kembali. Namun, ketika ditanyakan aturan yang membolehkan Bangub dikerjakan sendiri didapat jawaban, Insya Allah masih pada koridor aturan. Kami OPD hanya melaksanakan apa yang telah ditentukan dalam DPA yang disahkan oleh DPRD dan TAPD," ujar sumber itu.
MAKI