Hukum Menambahkan lafadz hayya 'alal jihad dalam Adzan

photo author
- Selasa, 1 Desember 2020 | 03:43 WIB
adzan
adzan


Kajian diasuh oleh Ustadz Farid Nu'man Hasan





Bismillahirrahmanirrahim..


Ya, telah viral beberapa potongan video yang menampilkan beberapa kelompok orang yang berbeda sedang berkumpul layaknya shalat dan mengumandangkan adzan namun dengan tambahan hayya 'alal jihad setelah melafazkan dua kalimat syahadat.


Maka, ini perlu dirinci dulu.


Pertama, Jika itu ternyata bukanlah adzan untuk memanggil orang shalat, tapi - misalnya- sedang yel-yel atau sejenisnya.


Maka, ini hal yang makruh menurut umumnya ulama menggunakan adzan untuk keperluan selain shalat, tanpa dalil.


 Dalam madzhab Syafi'i dan sebagian Maliki generasi akhir, dibolehkan adzan dipakai untuk keperluan selain shalat, ITU PUN TANPA ADA PERUBAHAN LAFAZ, baik penambahan atau pengurangan.


Tertulis dalam Al Mausu'ah Al Fiqhiyah Al Kuwaitiyah:


شُرِعَ الأَْذَانُ أَصْلاً لِلإِْعْلاَمِ بِالصَّلاَةِ إِلاَّ أَنَّهُ قَدْ يُسَنُّ الأَْذَانُ لِغَيْرِ الصَّلاَةِ تَبَرُّكًا وَاسْتِئْنَاسًا أَوْ إِزَالَةً لِهَمٍّ طَارِئٍ وَالَّذِينَ تَوَسَّعُوا فِي ذِكْرِ ذَلِكَ هُمْ فُقَهَاءُ الشَّافِعِيَّةِ فَقَالُوا : يُسَنُّ الأَْذَانُ فِي أُذُنِ الْمَوْلُودِ حِينَ يُولَدُ ، وَفِي أُذُنِ الْمَهْمُومِ فَإِنَّهُ يُزِيل الْهَمَّ ، وَخَلْفَ الْمُسَافِرِ ، وَوَقْتَ الْحَرِيقِ ، وَعِنْدَ مُزْدَحِمِ الْجَيْشِ ، وَعِنْدَ تَغَوُّل الْغِيلاَنِ وَعِنْدَ الضَّلاَل فِي السَّفَرِ ، وَلِلْمَصْرُوعِ ، وَالْغَضْبَانِ ، وَمَنْ سَاءَ خُلُقُهُ مِنْ إِنْسَانٍ أَوْ بَهِيمَةٍ ، وَعِنْدَ إِنْزَال الْمَيِّتِ الْقَبْرَ قِيَاسًا عَلَى أَوَّل خُرُوجِهِ إِلَى الدُّنْيَا .


Pada dasarnya azan disyariatkan sebagai pemberitahuan untuk shalat, hanya saja adzan juga disunahkan selain untuk shalat dalam rangka mencari keberkahan, menjinakkan, dan menghilangkan kegelisahan yang luar biasa.


Pihak yang memperluas masalah ini adalah para ahli fiqih Syafi'iyah. Mereka mengatakan:



  • Disunahkan adzan ditelinga bayi saat lahirnya

  • di telinga orang yang sedang galau karena itu bisa menghilangkan kegelisahan,

  • mengiringi musafir,

  • saat kebakaran,

  • ketika pasukan tentara kacau balau,

  • diganggu makhluk halus,

  • saat tersesat dalam perjalanan,

  • terjatuh,

  • saat marah,

  • menjinakan orang atau hewan yang jelek perangainya,

  • saat memasukan mayit ke kubur diqiyaskan dengan saat manusia terlahir ke dunia. (Al Mausu'ah Al Fiqhiyah Al Kuwaitiyah, 2/372-373)


Ada pun Imam Malik memakruhkan semua hal ini, tapi berbeda dengan pengikutnya (Malikiyah) yang justru sepakat dengan kalangan Syafi’iyah.  Berikut ini keterangannya:


وَكَرِهَ الإْمَامُ مَالِكٌ هَذِهِ الأْمُورَ وَاعْتَبَرَهَا بِدْعَةً ، إِلاَّ أَنَّ بَعْضَ الْمَالِكِيَّةِ نَقَل مَا قَالَهُ الشَّافِعِيَّةُ ثُمَّ قَالُوا : لاَ بَأْسَ بِالْعَمَل بِهِ

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Tim Berita

Tags

Rekomendasi

Terkini

X