Muslim Inggris Menemukan Cara Baru Melewati Bulan Ramadhan di Bawah Lockdown

photo author
- Minggu, 19 April 2020 | 07:37 WIB
masjid inggirs
masjid inggirs


(Klikanggaran)--Setiap tahun di Masjid Finsbury Park di London utara - dulu pernah menjadi buah bibir dikaitkkan dengan ekstremisme, tetapi sekarang menjadi model toleransi dan penjangkauan masyarakat - malam pertama Ramadhan menandai satu bulan doa bersama, makan, dan kegiatan amal. Sekitar 2.000 orang menghadiri sholat setiap hari. Relawan berdesakan di dapurnya menyiapkan takjil untuk jamaah berbuka puasa, rata-rata untuk 300 orang setiap malam.


Lewat GET Global Challenge 2020,  Alibaba Tantang Calon Wirausahawan Muda Atasi Dampak Covid-19


Namun, suasana tersebut tidak akan terjadi pada tahun ini. "Kami akan melewatkan semua itu," kata Mohammed Kozbar, sekretaris jenderal masjid. Gerbang Masjid terkunci, di dalam hanya ada penjaga keamanan yang berpatroli di ruang sholat dan ruang komunitas.


“Saya mengunjungi minggu lalu. Sangat memilukan melihatnya kosong dan sunyi, ”kata Kozbar, seperti dikutip Guardian.


Sebanyak 1,8 miliar umat muslin sedunia sedang menghadapi periode paling penting dari tahun Islam, yaitu bulan suci Ramadhan, yang dimulai minggu ini, di bawah karantina karena pandemi global virus corona.


Masjid-masjid di sebagian besar negara ditutup dan pertemuan-pertemuan yang menghadirkan banyak jamaah dilarang. Bahkan, pada dua masjid suci di Mekah dan Madinah di Arab Saudi diberlakukan jam malam. Lalu, Masjid al-Aqsa dan Dome of the Rock di Kota Tua Yerusalem ditutup dan shalat berjamaah ditiadakan.


China Mengatakan Hampir 1.300 Kematian Akibat Virus Tidak Dihitung di Wuhan


Di Inggris, Dewan Muslim Inggris (MCB) menyerukan penangguhan semua kegiatan jamaah di masjid-masjid dan pusat-pusat Islam pada 16 Maret, seminggu sebelum pemerintah mengumumkan semua tempat ibadah harus ditutup di bawah perintah lockdown.


Pada hari Jumat, Dewan Penasihat Nasional Imam dan Masjid mengatakan masjid-masjid akan tetap ditutup selama bulan Ramadhan hingga pemberlakukan karantina dicabut. "Akan dianggap sangat tidak bertanggung jawab untuk berjamaah sholat malam atau mengadakan pertemuan keagamaan selama bulan Ramadhan ini di setiap masjid atau rumah dengan orang-orang yang bukan anggota rumah tangga langsung," kata Qari Asim, seorang imam dan ketua dewan masjid di Leeds.


"Selama epidemi, keinginan untuk melakukan shalat dengan jamaah di masjid menjadi yang kedua setelah menyelamatkan jiwa."


Bagi umat Islam, tidak dapat ikut serta dalam sholat berjamaah dan berbuka puasa bersama keluarga dan teman-teman selama Ramadhan adalah “tantangan emosional, frustrasi, dan alienasi budaya”, tambahnya.


Shelina Janmohamed, penulis Generation M: Young Muslims Changing the World  dan wakil presiden pemasaran Islam di Ogilvy Consulting, mengatakan: "Ini akan menjadi Ramadhan yang paling tidak biasa dalam hidup saya dan saya pikir dalam memori hidup umat Islam di seluruh Inggris."


Bulan suci Islam adalah “masa kebersamaan dan spiritualitas berjamaah. Itu adalah dua jangkar [Ramadhan], dan dibangun menjadi nostalgia di sekitar tradisi dan ritual. Bahkan mereka yang biasanya tidak mengklasifikasikan diri mereka sebagai Muslim yang taat merasa tertarik pada Ramadhan karena perasaan kebersamaan dan komunitas itu tertanam dalam diri kita sejak kecil. ”


Seperti agama lain, umat Islam menggunakan teknologi untuk memenuhi tantangan karantina. Doa-doa Ramadan dan pembacaan Al-Qur'an malam hari akan bergerak online, dan penggalangan dana untuk amal juga akan digital. Platform seperti Zoom diharapkan menjadi tuan rumah pesta buka puasa.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Tim Berita

Tags

Rekomendasi

Terkini

X