Palembang, Klikanggaran.com
Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Perwakilan Sumbagsel, memberikan tanggapannya tentang putusan Majelis Hakim yang membebaskan terdakwa dugaan korupsi Bank SumselBabel, Agustinus Judianto yang merupakan Komisaris PT Gatramas Internusa (PT GI).
Menurut MAKI Perwakilan Sumbagsel, tersangka perkara dugaan korupsi Bank SumselBabel dibebaskan majelis Hakim Tipikor PN Palembang dari segala dakwaan karena diduga unsur perbuatan yang disangkakan kepada terdakwa obscure libel atau kabur.
Perumusan tindak pidana yang didakwakan dan dipadukan dengan unsur-unsur tindak pidana disertai uraian tentang waktu dan tempat tindak pidana dilakukan oleh terdakwa menjadi dasar dan batas ruang lingkup pemeriksaan di sidang pengadilan.
Namun, patut diduga unsur tindak pidana yang ditemukan dalam pemeriksaan penyidikan dengan apa yang diuraikan dalam surat dakwaan diduga tidak senyawa. Ditambah lagi fakta persidangan dari keterangan saksi membuat Majelis Hakim berpendapat unsur perbuatan terpenuhi tapi bukan perbuatan tindak pidana.
Simak fakta sidang berupa keterangan saksi yang membebasakan terdakwa dari segala tuduhan.
Keterangan saksi dari Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP), Armansyah Muhammaram.
“Kalau untuk agunan mesin bor minyak, tertera dalam berkas invoice jika mesin tersebut dibeli tahun 2013 dari PT Tesko seharga Rp17 miliar lebih. Dikarenakan penilaian harga kala itu saya lakukan di tahun 2014, makanya dalam penilaian harga mesin saya lakukan penyusutan harganya yakni menjadi Rp15 miliar lebih. Kemudian untuk agunan berupa tanah di Bogor, saya lakukan penilaian harga dengan metode pendataan harga nilai pasar dan membandingkan tanah di sekitar lokasi yang dijual.
Dimana saat itu saya bertanya melalui broker atau perantara yang menjualkan tanah di dekat agunan tanah yang sedang saya nilai harganya. Hasil penilaian ini maka tanah agunan PT GI saya nilai dengan harga Rp620 juta. Setelah itu saya membuat berkas laporan hasil penilaian harga agunan lalu saya berikan kepada PT GI untuk syarat meminjam kredit di Bank Sumsel Babel,” papar saksi.
Selanjutnya keterangan dari Tim Analis Kredit Bank BSB, Anton, Wisnu Wardana dan Yusman.
“Jadi awalnya usai menerima dokumen pengajuan kredit dari terdakwa, saya bersama Wisnu Wardana dan Yusman mendatangi kantor PT Gatramas Internusa dan meninjau fisik agunan, serta melihat proyek yang dikerjakan perusahaan tersebut di Pusri 2 B Palembang. Selain itu kami juga memeriksa penafsiran nilai agunan yang saat itu berdasarkan Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP) jika untuk nilai mesin bor yang jadi agunan, yakni senilai 1.400 juta US dolar atau sekitar Rp15 miliar lebih.
Kemudian, untuk agunan tanah seluas 2800 meter persegi nilainya ditafsir sekitar Rp600 juta. Untuk itulah kami bertiga menyetujui pengajuan kredit terdakwa tersebut,” terang saksi.
Kemudian keterangan saksi dari BPKP Sumsel, Anton Junaidi SE MM.
“Ada penyimpangan anggaran di Bank Sumsel Babel (BSB) dalam penyaluran kredit modal kerja kerja (KMK) ke PT Gatramas Internusa tahun 2014 menjadi dasar BPKP Sumsel melakukan audit kerugian negara," terang Anton Junaidi.
Di persidangan Anton Junaidi juga mengatakan, audit yang dilakukan pihaknya dalam dugaan kasus ini bermula dari permintaan Jaksa Penyidik Kejati Sumsel pada Februari 2019, yang kemudian ditindaklanjuti dengan ekspos bersama Jaksa Penyidik Kejati Sumsel dan dari hasil ekspose inilah terungkap adanya indikasi penyimpangan anggaran di Bank SumselBabel dalam penyaluran kredit modal kerja ke PT Gatramas Internusa,” ungkapnya.
Berdasarkan fakta sidang berupa keterangan saksi-saksi inilah maka Majelis Hakim diduga tidak sependapat dengan JPU yang menuntut terdakwa dengan hukuman 12 tahun penjara dan denda sebesar Rp500 juta.
Terkesan, manajemen Bank Sumselbabel kurang menerapkan prinsip kehati-hatian dalam pemberian pasilitas kredit. Apalagi keterangan dari orang dalam Bank SumselBabel yang tidak ingin disebutkan namanya.
“Kredit bermasalah tidak mengganggu operasional bank dan sudah di anggarkan dalam modal kerja bank sehingga tidak mengganggu permodalan Bank”, ujar sumber itu.
Dalam siaran persnya MAKI Perwakilan Sumbagsel berharap kejadian seperti ini tidak terulang di masa mendatang karena akan merusak citra Kejaksaan itu sendiri. Termasuk tim auditor BPKP yang turut dipermalukan dalam perkara ini.
Kerugian yang dihitung oleh BPKP Perwakilan Sumsel adalah betul kerugian Perbankan dan disebabkan penyimpangan anggaran di Bank SumselBabel. Dan tidak dalam kapasitasnya BPKP Perwakilan menentukan pasal-pasal yang dikenakan kepada terdakwa.
Kepercayaan nasabah Bank Sumselbabel berkurang karena akan dipidana bila menunggak kredit di Bank SumselBabel.
MAKI Perwakilan Sumbagsel juga berpendapat tentang proses pemilihan pengurus Bank SumselBabel yang terkesan dipaksakan untuk menjadikan orang-orang dekat kekuasaan menjadi Dewan Komisaris dan Dewan Direksi.
“Harusnya orang-orang profesional di bidangnya diajukan menjadi calon manajemen Bank Sumselbabel oleh pemegang saham mayoritas dan jangan sampai mengikuti fit and proper test berkali-kali agar dapat diterima menjadi pengurus bank. Dan, kabarnya hasil testnyapun sangat minimalis," ucap Deputy MAKI, Ir. Feri Kurniawan.
Resiko kredit dan pembiayaan terhadap simpanan (LDR) Bank Sumsel-Babel pada tahun 2017 sebesar 88,92% atau mendekati titik kritis 92% berdasarkan peraturan Bank Indonesia. Ini dinyatakan oleh auditor negara di dalam LHP No. 59 tahun 2017, yang terkait dengan beberapa dokumen kredit tidak ditemukan.
Antara lain, dokumen perjanjian Cessie antara debitur dan Bank Sumselbabel serta beberapa dokumen Berita Acara Serah Terima (BAST) yang menyatakan fisik pekerjaan yang dilaksanakan oleh debitur telah selesai dilaksanakan dan bukti pembayaran dari bowheer kepada debitur.
Demikian juga pada pemberian kredit Group PT MA berpotensi menjadi kredit macet dan berpotensi tak tertagih sebesar Rp145.729.299.389,41 yang disebabkan underlying perjanjian Kredit Modal Kerja (KMK) tidak jelas dan nilai real agunan yang dimiliki grup PT MA diduga tidak dapat mengcover sisa kewajiban pembayaran pinjaman.
Selanjutnya, juga pada pemberian fasilitas kredit ke group PT TM yang kurang menerapkan prinsip kehati-hatian dalam pemberian kredit sehingga berpotensi tidak tertagih sebesar Rp44.038.403.303,14, menurut auditor negara.
“Saat ini Kajati Sumsel kabarnya sedang memeriksa kasus dugaan korupsi terkait pemberian fasilitas kredit kepada “Cof” dan mudah-mudahan tidak terulang kejadian seperti saat ini," papar Deputy MAKI Perwakilan Sumbagsel mengakhiri.