Palembang, Klikanggaran.com
Bupati Muara Enim nonaktif, Ahmad Yani terancam hukuman maksimal 20 tahun penjara. Hal tersebut merujuk pada dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK yang mendakwa politisi Partai Demokrat tersebut melanggar pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo pasal 64 ayat (1) KUHP.
“Penerapan pasal tentu berbeda dengan Robi (pemberi suap). Dan untuk penerima (Ahmad Yani) ancaman hukumannya maksimal 20 tahun penjara,” ujar JPU Roy Riyadi.
Atas dakwaan JPU tersebut, melalui tim penasehat hukumnya langsung menyatakan akan menyampaikan nota keberatan (eksepsi). Majelis hakim yang diketuai Erma Suharti menunda persidangan hingga 7 Januari mendatang.
Makdir Ismail, penasehat hukum terdakwa menyampaikan alasan pihaknya akan mengajukan eksepsi karena menganggap ada beberapa hal yang tidak berkesesuaian dalam dakwaan jaksa.
“Salah satu diantaranya adalah mengenai jumlah uang yang diterima pak Ahmad Yani. Seolah beliau menerima uang Rp22 miliar, sementara di bagian lain dikatakan beliau menerima Rp12,5 miliar,” ujar Makdir pada wartawan.
Untuk diketahui, Bupati Muara Enim nonaktif, Ahmad Yani hari ini (Kamis 26/12/19) menjalani sidang perdana di PN Palembang. Sidang tersebut masih berkaitan dengan OTT yang dilakukan KPK terhadap adanya dugaan pemberian komitmen fee atas 16 proyek jalan di Dinas PUPR Kabupaten Muara Enim tahun anggaran 2019.
Terlebih dahulu PN Palembang sudah beberapa kali menggelar sidang atas terdakwa Robi Okta Fahlevi (pemberi suap) yang terkait kasus OTT oleh lembaga anti rasuah tersebut. Pada perjalanan sidang Robi, sejumlah pejabat Muara Enim dan Anggota DPRD Muara Enim turut disebut-sebut mencicipi aliran uang haram suap. Kini publik menunggu adakah kejutan pada perjalanan sidang Ahmad Yani?