Palembang, Klikanggaran.com (10-11-2018) - Laonma Pasindak Lumban Tobing pada awalnya divonis 5 tahun oleh Majelis Hakim Tindak Pidana Korupsi pada PN Palembang. Laonma dinyatakan bersalah melakukan tindak pidana korupsi pemberian dana hibah pada APBD Sumsel 2013. Dan, pada putusan kasasi, hukuman mantan Kepala BPKAD Sumsel itu naik menjadi 7 tahun 6 bulan penjara.
Di dalam statemennya, Tobing menguraikan betapa ia merasa dikorbankan untuk melindungi pelaku utama, dan adanya dugaan permainan kotor di dalam proses peradilan dirinya setelah penyerahan berkas ke Kejaksaan Negeri Palembang.
Berikut diungkapkan Laonma PL Tobing pada Deputy MAKI Sumsel, Feri Kurniawan :
Setelah berkas dan tersangka diserahkan penyidik ke JPU pada Kajari Palembang, saya melihat ada indikasi saya akan dikorbankan dalam perkara dugaan korupsi dana hibah Sumsel 2013. Pada tanggal 17 Februari 2017 “Teddy”, PLT Kepala Biro Humas dan Protokol Pemrov Sumsel, menerima saya di Wisma Atlet Jakabaring dan menyampaikan pesan Gubernur “Alek Noerdin”, bahwa saya harus yakin, percaya, Gubernur akan mengurus perkara ini.
Karena saya banyak berhutang budi kepada Gubernur, maka saya diharapkan semaksimal mungkin membantu Gubernur dalam perkara ini. Hal-hal lain telah diurus oleh Gubernur termasuk penunjukan Majelis Hakim yang akan menyidangkan perkara.
Dari informasi tersebut, maka dapat diduga bahwa Saiman SH, MH selaku Ketua Majelis yang menyidangkan perkara saya sudah dipersiapkan dari awal untuk menjadi Hakim Ketua pada perkara saya, dan juga merupakan Ketua Majelis Hakim perkara OTT Muba yang menghukum Bupati Muba, Fahri, yang hanya dihukum 3 tahun penjara.
Kemudian Gubernur mempersiapkan pengacara yaitu Dr Susilo Aribowo selaku Penasehat Hukum saya, yang juga merupakan penasehat hukum Bupati Muba, Fahri Hamzah, Rizal Abdulah, terpidana Wisma Atlet dan PT Duta Graha Indonesia (DGI) serta pengacara utama Gubernur.
Pada sidang pertama, Ketua Majelis Hakim telah memutuskan saya tidak akan ditahan, namun pada sidang keempat pada hari Kamis tanggal 6 April 2017 Majelis Hakim memutuskan untuk menahan saya. Hal ini diduga terkait dengan peristiwa tanggal 23 Maret 2017 di Griya Agung pada jam 22.30 saya dipanggil Gubernur dan ia mempertanyakan kepada saya alasan saya mengganti Dr Susilo Aribowo dan partner selaku penasehat hukum saya dengan Junaidi Albab Setiawan SH, M.CL karena Gubernur malu atas pergantian ini.
Saya menjelaskan beberapa kejadian yang mendukung saya untuk tidak mempercayai Dr Susilo Aribowo sebagai leader penasehat hukum saya, karena upaya yang dilakukan Dr Susilo Aribowo dan para Kepala Dinas yang dekat dengan Gubernur adalah untuk menjadikan saya sebagi tumbal perkara ini.
Pada sidang tanggal 23 Mei 2017, yakni sidang keempat belas di mana Gubernur menjadi saksi dalam persidangan, staf pengawalan Gubernur (Ali Bugis) menghampiri saya di luar gedung persidangan sebelum sidang dimulai. Ia menyampaikan informasi dari Gubernur sambil berbisik.
Informasi yang disampaikan kepada saya adalah agar saya tidak usah khawatir, tetap tenang, dan semuanya sudah aman karena semalam (22 Mei 2017) sekitar jam 21.00 WIB dari pengadilan sudah ada yang menghadap Gubernur. Semua lampu di halaman Griya Agung dimatikan agar kedatangan yang bersangkutan tidak terlihat di jalan raya.
Kemudian saya bertanya, siapa yang dimaksud tersebut, apakah kepala PN Palembang? “Ali Bugis” membenarkan, sehingga dari informasi tersebut diduga Ketua PN Palembang termasuk pihak yang secara bersama-sama dengan Saiman SH MH dalam mewujudkan hal-hal yang diinginkan oleh Gubernur dalam membuat putusan dalam perkara saya.
Pada tahapan Banding terhadap putusan tingkat pertama Pengadilan Tipikor di PN Palembang, Ketua Majelis Hakim adalah ketua PN Tinggi Sumatera Selatan. Saya berharap beliau independent dan objektif dalam memutuskan perkara saya dan juga karena 'demi keadilan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa'.
Namun, apa latar belakang pemikiran Ketua PT Sumatera Selatan sehingga menunjuk dirinya selaku ketua Majelis Hakim pada perkara saya?
Melihat beberapa kondisi adanya kemudahan dan fasilitas yang diberikan Gubernur kepada Ketua Pengadilan Tinggi Sumsel, yaitu kendaraan operasional sedan Camry dan pelantikan Wakil Ketua PT Sumsel dilaksanakan di Griya Agung (Istana Gubernur) dengan biaya APBD Sumsel, maka dapat diduga bahwa penunjukan dirinya selaku Ketua Majelis Hakim pada perkara saya dalam rangka mengakomodir keinginan Gubernur.