London,Klikanggaran.com - Seperti disambar geledek di siang bolong, Pertamina dan seluruh rakyat Indonesia pada tanggal 17 Desember 2019 mendengar Presiden Jokowi mengatakan bahwa kemajuan pembangunan Kilang di Indonesia hanya kurang dari 1%.
Berita yang gencar dan menggebu-gebu di media cetak dan elektronik mengenai pembangunan upgrading kilang maupun pembangunan lilang baru (Grassroot Refinery), ternyata jalan di tempat atau hampir tidak ada kemajuan sama sekali.
Padahal sangat disadari dan diketahui bahwa pembangunan kilang di Indonesia adalah sangat mendesak dan sangat penting, Indonesia ingin meningkatkan ketahanan stock dan supply BBM dan/atau produk kilang serta menurunkan harga BBM. Hanya dengan jaminan stock dan pasokan yang tinggi atau secure serta harga BBM yang relatif murah, produksi dapat bersaing.
Persaingan terjadi sangat ketat dalam era globalisasi saat ini, bukan hanya sulit memenangkan persaingan, tetapi dapat bertahanpun tidak mudah. Hingga kini telah banyak perusahaan yang terpaksa harus tutup atau gulung tikar.
Dengan kemajuan yang sangat lambat dalam upgrading dan pembangunan kilang baru, seolah-olah industri Indonesia tidak mempunyai harapan kedepannya. Ekonomi biaya tinggi akan tetap terjadi, defisit yang sedang dialami Indonesia akan berkepanjangan dan sulit disembuhkan.
TARGET PEMBANGUNAN KILANG
Dengan geramnya Presiden Jokowi mengatakan dengan terbuka mengenai kemajuan Pembangunan kilang minyak di Indonesia dan akhirnya Presiden memberi target antara 3 hingga 4 tahun projek pembangunan kilang dapat direalisasikan.
MITRA PERTAMINA BERGUGURAN
Selama Partamina mempunyai projek upgrading dan pembangunan kilang baru, telah tercatat dalam jumlah yang banyak partner atau mitra Pertamina dalam projek upgrading dan pembangunan kilang baru BERGUGURAN. Partner Pertamina yang dapat bertahan hingga saat ini tidak banyak. Beberapa mitra Pertamina barupun belum dapat meningkatkan kepercayaan bahwa projek kilang dapat direalisasikan.
PROJEK PEMBANGUNAN UPGRADING DAN KILANG BARU DENGAN "MODAL SENDIRI"
Dikarenakan projek pembangunan kilang dengan mitra tidak dapat atau belum dapat direalisasikan, maka dengan "paniknya" Pertamina akanĀ membiayai dengan modal sendiri atau equity beberapa projek kilangnya?
Benarkah tindakan atau keputusan Pertamina dimaksud? Emangnya Pertamina punya nenek Loe? Pertanyaannya besarnya adalah : mengapa Pertamina selalu gagal dan gagal dalam projek pembangunan kilang minyak? Apakah terjadi suatu kesalahan? Apabila salah, maka Kesalahannya terletak dimana? Padahal diketahui bahwa apabila projek pembangunan menarik dan menguntungkan, tentu saja banyak investor yang berminat dan ingin menyelesaikannya.
Apa jadinya apabila Pertamina dengan modal sendiri atau equity harus membiayai projek pembangunan upgrading dan/atau kilang baru? Dan ternyata projek tidak ekonomis yang menyebabkan investor tidak berminat atau mengundurkan diri. Mungkinkah Pertamina mengeluarkan uang yang besar untuk mendanai projek yang tidak ekonomis? Siapa yang bertanggung jawab terhadap keputusan tersebut? Ataukah projek kilang dibangun dengan alasan asal Bapak Senang? atau takut?
Penulis: Abimanyoe Sapoetra