Jakarta,Klikanggran.com - Banyak BUMN mendirikan anak perusahaan, kadang juga anak perusahaan yang terus-terusan beranak lagi, bahkan menjadi cucu BUMN. PLN punya 50 anak,cucu, dan cicit usaha, begitupun dengan Pertamina yang juga mempunyai 142 anak perusahaan, dan belum lagi BUMN yang lainnya. Mengapa? Karena UU BUMN yang mengatur aset terpisah dengan anak perusahaan. Sehingga banyak direksi BUMN mendirikan anak perusahaan, dengan tujuan strategis maupun taktis. Untuk lebih jelasnya saya yuk simak penjelasan singkat apa itu tujuan strategis dan apa itu taktis.
Tujuan strategis, misal BUMN mendirikan anak perusahaan sebagai SPV (special propose vehicle) dalam rangka menarik dana investasi asing. Tujuannya menghindari BUMN dari resiko atas utang. Kalau terjadi resiko investasi yang menanggung adalah anak perusahaan, bukan BUMN. Ini disebut dengan istilah transaksi investasi off balance sheet. Seperti kasus proyek kereta cepat dan Proyek jalan tol. Karena tujuannya strategis, maka tidak bersifat permanen, itu hanya dimanfaatkan sampai tujuan tercapai. Setelah tujuan tercapai, BUMN harus keluar sebagai pemegangĀ saham. Kembali ke core bisnis nya. Untuk tujuan strategis ini banyak dilakukan pada era Jokowi.
Tujuan taktis, misal BUMN mendirikan anak perusahaan yang sebetulnya itu bertindak sebagai outsourcing dari BUMN itu sendiri. Alasanya demi efisiensi. Tetapi anak perusahaan itu hidup dari rente bisnis yang diciptakan oleh BUMN sendiri. Misal Garuda mempunya anak perusahan pemeliharaan pesawat dan Hotel. PT Pertamina punya anak perusahaan angkutan dan hotel. Nah di anak perusahaan inilah para direksi bermain dengan harga produksi dan jasa sehingga bisa mendapatkan fee dari anak perusahaan itu.
Cara ini jenial. Karena secara hukum kebijakan anak perusahaan tidak butuh izin Preskom BUMN dan tidak perlu izin Pemerintah. Izin cukup dari Dirut BUMN. Belum lagi Direksi BUMN juga adalah komisaris BUMN, dan itu gajinya enggak kecil. Bayangkan kalau Pertamina punya 142 anak perusahaan. Berapa gaji direksi BUMN sebagai komisaris anak perusahaan? Hitung sendiri, ya.
Makanya direksi BUMN itu hidup memang bergelimang dengan harta dan sumber pendapatan datang dari semua sudut. Tapi karena itu waktu, mereka lebih banyak bertemu dengan elite politik dan menteri, lobi biar terus menjabat. Untuk tujuan teknis ini banyak dilakukan pada era SBY dan pak Harto.
Kalau Menteri BUMN ingin melakukan perbaikan menyeluruh terhadap BUMN, maka masalah anak perusahaan ini harus dibenahi. Pendekatannya tidak bisa juga main tutup serampangan atas dasar emosi, tetapi harus melalui business audit oleh independent consultant, karena banyak anak perusahaan itu diincar oleh investor karena nilai aset kerasnya besar namun value nya rendah.
Bukan rahasia umum banyak anak perusahaan dapat limpahan aset tanah sengketa yang dimenangkan oleh BUMN. Kalau tidak hati hati, restruktur anak perusahaan malah bisa membuat asset BUMN menyusut dan tersisa hanya perusahaan zombie isinya hanya ingus, yang untung malah investor LBO.
Kalau pertamina saya yakin ada Ahok, kalau yang lain, entahlah?
Penulis: Pengamat Kebijakan Publik, Babo EJB