Jakarta, Klikanggaran.com (24-10-2018) - Masalah Badan Pengelola Jaminan Sosial Kesehatan (BPJS K) memang banyak salah urus. Akibatnya tidak sanggup membayar biaya yang sudah dikeluarkan oleh pihak rumah sakit dan jasa pelayanan kesehatan yang sudah dilakukan para dokter serta perawat di rumah sakit. Begitu juga untuk membayar obat dan alat perawatan yang terpakai untuk pasien.
Said Didu membenarkan, masalah BPJS K harus sampai kepada Presiden, dan Presiden tak patut mengeluh dan mengatakan "kebangeten" karena masalah BPJS K harus sampai kepada Presiden. Sedangkan Irma Surtani Chaniago dari DPR RI justru mengktitik habis Kementerian Kesehatan dan jajaran stafnya yang tidak berfungsi serta mampu menunaikan tugasnya sebagai perpanjangan tangan pemerintah.
Masalah kusut BPJS K ini diungkap tuntas di Forum Indonesia Lawyer Club (ILC) TV One Selasa malam 23 Oktober 2018. Karni Ilyas mampu menggiring pembicara mengungkap carut marut dari pengelolaan BPJS K yang merugi hingga 16,5 triliun. Dan, Badan Pengawas Rumah Sakit yang dimonopoli Kementerian Kesehatan makin nyata tidak berfungsi, karena idealnya patut dilakukan secara independen oleh aktivis atau pihak organisasi masyarajat yang netral sikapnya.
Pelayanan online pun yang hendak diterapkan terkesan hendak dimonopoli oleh Kementerian Kesehatan yang jelas tak mampu bekerja secara profesional. Sehingga pasien yang hendak meminta perawatan atau pengobatan acap sulit memperoleh informasi lebih cepat, di mana dia bisa segera memperoleh perawatan atau pengobatan secepatnya.
Timbul Siregar dari BPJS Wacht mengungkap, banyak masalah yang masih terus dikeluhkan warga masyarakat yang hendak berobat atau memperoleh pelayanan perawatan kesehatan mulai dari Puskesmas (Pusat Kesehatan Masyarakat) hingga ke rumah sakit yang jadi rujukan untuk pasien. Warga masyarakat yang miskin--utamanya--masih banyak yang ditolak karena pihak rumah sakit terkesan seperti mengalami kerugian jika melayani pasien pengguna fasilitas BPJS K, karena memang kata Timbul Siregar, biaya yang mau dibayar oleh BPJS K jauh berada di bawah standar harga. Karenanya tidak heran masih sangat banyak rumah sakit yang belum mau melakukan kerja sama dengan BPJS K.
Masalah utama bagi BPJS K adalah belum punya uang yang cukup untuk membayar semua biaya dan ongkos yang sudah dikeluarkan oleh pihak rumah sakit. Termasuk jasa pelayanan perawatan kesehatan yang dilakukan dokter maupun perawat.
Kesimpulannya, memang dialog ILC memaparkan bila BPJS K belum mampu bekerja secara profesional, karena dari sejumlah peserta saja terbilang sebesar 52% orang yang telah menjadi anggota BPJS K yang tidak mempu ditarik iuran wajib yang harus dibayar. Itulah sebabnya --sambil marah-marah--Presiden mengucurkan dana segar pada nedio bulan Oktober 2018 ini sebesar 4,9 triliun. Dana sebesar itu pun belum juga bisa melunasi semua tunggakan BPJS K kepada rumah sakit yang sudah berkeluh kesah. Karena memang pihak rumah sakit pun mendapat kecaman keras dari beragam masyarakat di berbagai tempat.
Demikian disampaikan oleh Jacob Ereste, Atlantika Institut Nusantara & Wakil Ketua F.BKN SBSI pada Rabu, 24 Oktober 2018.