(Klikanggaran)--Saat itu pukul 5 sore ketika Lodia Raymond, 27, seorang aktivis protes terkemuka, meninggalkan rumah orang tuanya di lingkungan Kut al-Hajjaj di pusat minyak selatan Irak di Basra dan melihat sebuah mobil putih menuju ke arahnya.
Raymond terus berjalan menuju jalan utama, di mana dua aktivis lainnya, Fahd al-Zubaidi dan Abbas Sobhi, sedang menunggunya di dalam mobil Zubaidi, tanpa mengalihkan pandangan dari mobil yang mendekat perlahan.
Tak seperti biasanya, Raymond yang beragama Kristen itu mengenakan jilbab dan abaya. Ketiganya sedang dalam perjalanan ke pemakaman Tahseen Osama al-Shahmani, penyelenggara protes lokal lainnya yang terbunuh tiga hari sebelumnya pada 14 Agustus.
Baca juga: 70 Persen Satwa Liar Dunia Selama 50 Tahun Terakhir Punah oleh Tangan Manusia
Mobil itu sekitar lima meter dari Raymond, kenangnya, ketika dia melihat empat pria di dalam dengan wajah tersembunyi di balik masker medis dan topi hitam. Ketika semakin dekat, dia melihat pengemudi mengeluarkan senjata seolah-olah akan menembaknya.
“Saya berlari menuju mobil Fahd. Jaraknya sekitar 10 meter. Saya membuka pintu belakang dan berguling ke dalam dan meminta Fahd untuk segera pergi,” kata Raymond pada Middle East Eye.
Detik-detik berikutnya sangat lama. Salah satu dari empat pria turun dari mobil dan mulai menembak saat Zubaidi pergi.
“Saya tidak menyadari bahwa saya cedera di kaki saya. Saya sangat takut dan tidak menyadari bahwa saya membiarkan pintu mobil terbuka,” kata Raymond.
Ketika suara peluru telah berhenti dan mobil berada jauh, ketiganya memperhatikan bahwa Sobhi juga terluka di punggungnya.
Protes dan kepanikan
Insiden tersebut, yang terjadi tiga hari setelah pembunuhan Shahmani di dalam kantornya di pusat Basra dengan lebih dari 20 peluru, memicu kepanikan di antara para demonstran dan aktivis setempat.
Hal itu mengingatkan kita pada tindakan keras berdarah tahun lalu di Baghdad dan sembilan provinsi selatan yang didominasi Syiah yang berakhir dengan pembunuhan ratusan demonstran, aktivis dan jurnalis, dan melukai ribuan lainnya, menurut kelompok hak asasi manusia.
Protes anti-pemerintah, yang telah dihentikan selama berbulan-bulan karena pandemi virus korona, telah dimulai lagi bulan lalu di beberapa provinsi selatan, dengan seruan agar para pembunuh para demonstran diidentifikasi dan diadili.
Di Basra, protes menarik kerumunan yang cukup besar, tetapi pertemuan berjalan damai, tanpa laporan bentrokan atau konfrontasi dengan pasukan keamanan.