Surat Terbuka untuk Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral

photo author
- Jumat, 28 Desember 2018 | 18:00 WIB
Surat Terbuka
Surat Terbuka

Jakarta, Klikanggaran.com (28-12-2018) – Divestasi saham Freeport masih menjadi masalah yang dibicarakan di ruang publik. Terbaru, seorang pengamat migas melayangkan surat terbuka terkait masalah ini kepada Menteri Jonan.

Surat terbuka bertanggal 28 Desember 2018 ini disampaikan oleh Yusri Usman, Direktur Eksekutif Center of Energy and Resources Indonesia (CERI).

Dalam suratnya, Yusri di antaranya membahas soal “Surat IB Sujana, Marie Muhammad tahun 1996, dan Status 8 PKP2B generasi 1”. Berikut surat Yusri Usman, diterima Klikanggaran.com, Jumat (28/12/2018).

Surat Terbuka


Kepada Yth.

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral

U.p : Bpk. Ignasius Jonan

Perihal : Surat IB Sujana, Marie Muhammad thn 1996 dan Status 8 PKP2B generasi 1.

Dengan hormat,

Semoga Bapak tetap sehat, khususnya selama Bapak menyelesaikan masalah yang terkait di sektor ESDM.

Saya memberanikan mengirim surat terbuka, mengingat masalah yang ada terkait dengan sumber daya alam, yang notabene dimiliki oleh seluruh rakyat Indonesia. Melihat kepentingan untuk seluruh rakyat, dan tanggapan Bapak selama ini terkesan mengganggap remeh masalah yang ada, maka dengan segala hormat saya mengirim surat terbuka ini.

Dari berita di berbagai media sampai saat ini, saya mencatat yang saya anggap sangat penting untuk ditanggapi dan diangkat, yaitu :

Dari penjelasan Bapak di berbagai media, bahwa setelah PT Inalum berhasil menguasai 51% saham PT Freeport Indonesia (PT FI), perpanjangan Kontrak Karya (KK) PT FI dalam bentuk Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) harus diberikan meskipun KK PT FI akan berakhir di Desember 2021. Namun, pada dasarnya dalam KK tertulis dengan jelas dapat diperpanjang 2 X 10 tahun, dan hanya dapat dibatalkan dengan alasan masuk akal.

Selain ini, Bapak juga menyatakan bahwa KK Tambang berbeda dengan WK Hulu Migas. Mengingat KK menggunakan skema replacement cost, di mana semua aset infrastruktur tambang dimiliki pemilik KK. Sebaliknya dalam WK Hulu Migas yang sudah berproduksi, dikelola dengan skema cost recovery, atau seluruh asset yang ada menjadi milik negara. Atas dasar ini, mejadi tidak dapat disamakan antara KK dengan WK Hulu Migas, atau seperti membandingkan kasus PT FI dengan Blok Mahakam.

Terkait dengan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B), Bapak menjelaskan bahwa delapan PKP2B Generasi 1 yang akan berakhir kontraknya, statusnya adalah sama dengan WK Hulu migas, yaitu semua aset infrastruktur PKP2B menjadi Barang Milik Negara (BMN). Sebut saja PT Tanito Harum, PT Arutmin, Kendilo Coal Indonesia, PT Kaltim Prima Coal, PT Multi Harapan Utama, PT Adaro Indonesia, PT Kideco Jaya Agung, dan terakhir PT Berau Coal.

Dari ketiga poin berita tersebut, saya sepakat dan sependapat dengan Bapak dalam meletakkan kebijakan tersebut.

Namun, dalam perjalanan PKP2B selama ini, kedelapan PKP2B Generasi 1 tersebut telah melakukan Production Sharing Contract dengan BUMN PT Tambang Batubara Bukit Asam (PT.TB Bukit Asam) di tahun 1993.

Setelahnya, melalui Keputusan Presiden (Keppres) No. 75 tahun 1996 dan Keputusan Menteri No. 680 K/ 29/M.PE/1997 (Mentamben IB Sudjana) telah mempertegas, "semua hak dan kewajiban PTBA dalam PKP2B dialihkan kepada Menteri Pertambangan dan Energi."

Mengingat masalah tersebut di atas, mohon sekiranya Bapak dapat menjawab pertanyaan sebagai berikut :

Mengapa pihak KESDM tidak membuka ke publik terkait surat Menteri Pertambangan & Energi IB Sujana tanggal 29 April 1996 perihal jawaban atas status participating interest Rio Tinto di dalam PT Freeport Indonesia?

Untuk kepentingan ketahanan energi nasional ke depan, mengapa Bapak tidak melakukan langkah dengan mengambil alih kedelapan PKP2B yang akan berakhir kontraknya, dan selanjutnya diserahkan pengelolaannya kepada BUMN Tambang atau BUMN baru yang dibentuk? Padahal masalah mengelola PKP2B sebagai hal yang mudah, mengingat dari pergantian pemilik PKP2B selama ini, berjalan sangat mudah dan lancar.

Selain tentunya dengan mengambil alih PKP2B, keuntungan yang diperoleh pemerintah akan lebih besar. Juga dalam mengambil alih PKP2B tidak diperlukan dana sama sekali atau gratis. Berbeda dengan pengambil alihan PT FI yang bahkan sampai harus mendapatkan global bond senilai USD 4 milyar.

Dengan mengambil kedelapan PKP2B, pemerintah menjadi dapat mengelola produksi batubara sebesar 200 juta ton. Dengan produksi sebesar ini, jelas kebutuhan batubara di dalam negeri dapat dikendalikan dengan baik, selain tentunya pendapatan PKP2B di luar kewajiban pajak, royalti.

Demikian surat terbuka ini kami sampaikan. Harapan saya, Bapak Menteri ESDM berkenan menjelaskan kepada publik agar publik dapat memahami langkah Bapak atas masalah tersebut di atas.

Hormat kami,

Jakarta 28 Desember 2018

Direktur Eksekutif CERI, Yusri Usman

Baca juga : Valuasi PI Rio Tinto di Freeport Bisa Berujung Kasus Hukum

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Administrator

Tags

Rekomendasi

Terkini

X