Valuasi PI Rio Tinto di Freeport Bisa Berujung Kasus Hukum?

photo author
- Selasa, 25 Desember 2018 | 13:10 WIB
Valuasi PI Rio Tinto di Freeport
Valuasi PI Rio Tinto di Freeport

Jakarta, Klikanggaran.com (25-12-2018) – Valuasi adalah nilai ekonomi dari sebuah bisnis. Angka valuasi ini biasanya dijadikan acuan untuk mengukur seberapa besar potensi bisnis sebuah perusahaan. Sebagai founder suatu startup, kita perlu menghitung valuasi. Demi menentukan persentase saham yang akan diberikan kepada investor saat terjadi pendanaan.

Terkait hal tersebut di atas, langkah pemerintah mengambil alih 51 persen saham PT Freeport Indonesia (PTFI) melalui PT Inalum dinilai merupakan langkah tepat sesuai perintah konstitusi. Namun, menurut Yusri Usman, Direktur Eksekutif Center of Energy and Resources Indonesia (CERI ), ada hal yang harus dicermati.

Valuasi Saham Freeport


Valuasi saham Freeport ditengarai bisa menimbulkan masalah hukum di kemudian hari. Karenanya, pemerintah diminta untuk mewaspadai ancaman tersebut. Yusri menyebutkan, dari catatan nilai akuisisi, nilai 40 persen PI Rio Tinto sebesar 3,5 miliar dollar AS telah dibayarkan oleh PT Inalum. Namun demikian, diprediksikan tetap memunculkan masalah hukum, berpotensi timbul dugaan "mark up" di kemudian hari.

Merujuk taksiran perhitungan saham oleh Freeport Mac Moran Inc 10 persen senilai 1,6 miliar dolar AS (2041). Lalu, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) 10 persen 630 juta dolar AS ( 2021), dan Inbreng 9,36 persen 550 juta dolar AS (2021). Kemudian Menteri ESDM 40 persen PI senilai 4 miliar dolar AS dengan batasan valuasi 2041.

Sebaliknya, berdasarkan harga Perticipating Interest 40 persen milik Rio Tinto dengan batasan valuasi hingga 2041. Morgan Stanley memberikan nilai 3,6 miliar dolar AS. Sementara DB 3,3 miliar dolar AS, HSBC 3,85 miliar dolar AS, UBS 4 miliar dolar AS, dan RBC menilai 3,73 miliar dolar AS.

Menurut Yusri, valuasi yang dijadikan dasar PT Inalum bisa menimbulkan potensi masalah hukum. Mengingat atas dasar perhitungan valuasi PI Rio Tinto barbasiskan Kontrak Karya (KK) tahun 1991, meliputi valuasi potensi di blok A dan Blok B. Padahal sangat jelas, surat yang dikeluarkan Kementerian ESDM dipimpin IB Sujana. Juga surat Menkeu Marie Muhammad beberapa tahun setelah KK ditandatangani pada Desember 1991. Bahwa PI Rio Tinto bukan ditujukan untuk Blok A.

Potensi Timbulkan Masalah Hukum


“Bisa jadi pemerintah saat itu justru berpikir dengan visi ke depan. Rio Tinto secara tidak langsung diminta melakukan eksplorasi di Blok B. Bukan di Blok A,” kata Yusri pada Klikanggaran.com di Jakarta, Selasa (25/12/2018).

Menurut Yusri, semestinya proses akusisi merujuk pada Surat Menteri Pertambangan dan Energi IB Sujana nomor 1826/05/M. SJ/19196 pada 29 April 1996. Dan, surat Menteri Keuangan nomor S - 176 / MK.04/1996 pada 1 April 1996 oleh Marie Muhammad kepada CEO Freeport Mc Moran.

Yusri memaparkan, di situ tertulis jelas bahwa imbalan atas investasi sebesar 850 juta dolar AS tersebut ialah. PT FIC akan mengalihkan 40 persen dari hak perusahaan RTZ yang akan didirikan di Indonesia. Itu tidak termasuk hak dan kewajiban yang ada pada tahap ekploitasi pada wilayah kontrak karya blok A.

Sementara itu, Pengamat Energi dari Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, Fahmi Radi, justru melihat akusisi itu sesuai harapan. Dijelaskannya, transaksi senilai 3,85 miliar dolar AS itu bukanlah untuk membeli tambang milik bangsa Indonesia sendiri. Melainkan untuk membeli saham Freeport McMoRan di PT FI, yang kala itu menguasai mayoritas 90,4 persen.

Berdasarkan perjanjian Kontrak Karya antara pemerintah dengan Freeport McMoRan generasi kedua yang ditandatangani Pemerintahan Orde Baru pada 1997. PT FI diberikan hak untuk melakukan eksplorasi dan eksploitasi Tambang Grasberg di Bumi Papua, yang akan berakhir pada 2021.

Baca juga : Ironis, Inalum Kuasai 51 Persen Saham, Tapi Berikut Dosa Freeport

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Administrator

Tags

Rekomendasi

Terkini

X